22 April 2008

Mengenai futur

8 02 2008

Umar ra. Pernah bercakap-cakap bersama Hudzaifah sebelum beliau ditikam oleh Abu Lu’lu Majusi, Hudzaifah bercerita, “Ketika kami duduk dekat Umar, ia berkata, “siapa di antara kalian yang menyimpan perkataan Rasulullah SAW tentang fitnah.” Hudzaifah berkata, “Fitnah seseorang dalam berkeluarga, hartanya, anak-anaknya dan tetangganya. Ia dapat dihapus dengan shalat, shodaqoh, amar1.jpg ma’ruf dan nahyul mungkar. Kemudian Umar ra. Berkata, ” Bukan itu yang aku tanyakan, akan tetapi fitnah yang menggelombang seperti gelombang laut.” Maka Hudzaifah berkata, ”Engkau tidak akan terkena olehnya wahai amirul mukminin. Sesungguhnya antaramu dan fitnah tersebut ada sebuah pintu yang tertutup.” Umar berkata, ”Apakah kelak pintu tersebut pecah atau terbuka?” Hudzaifah menjawab, ” Ia akan pecah.” Lantas Umar berkata lagi, ”Kalau demikian suda tidak mungkin tertutup lagi selamanya. ”Hudzaifah berkata, ”Benar.”

Berkata Syaqiq yang meriwayatkan dari Hudzaifah, ”Kami bertanya kepada Hudzaifah, ”Apakah Umar mengetahui siapa yang dimaksud ’pintu’ itu?” Hudzaifah menjawab, ”Ya, seperti ia mengetahui bahwa ada malam esok hari. Hal itu dikarenakan aku telah berbicara kepadanya tentang sebuah hadist tanpa keliru.” Kami ingin sekali mengetahui siapa pintu itu, kemudian kami perintahkan Masruq, dan bertanya kepada Hudzaifah, ”Siapakah pintu itu?” Hudzaifah menjawab, ”Umar.” (HR. Bukhori)

Setelah pembicaraan diatas, maka sudah sepatutnya kita berbicara tentang futurnya unsur-unsur yang bekerja menegakkan islam dengan penuh hati-hati serta pandangan yang jauh. Hal itu tidak lain demi kemashalatan mereka dan kemashalatan dakwah yang komit dengannya.

Simaklah lantunan doa Umar Ra memohon perlindungan dari kelemahan yang menimpa kaum muslimin :

”Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari paksaan orang fasik dan melemahnya rasa percaya.”

Pengertian Futur

Secara Etimologi arti futur adalah : diam setelah giat dan lemah setelah semangat. Ketika membahas kisah Zainab ra. Yang meletakkan seutas tali untuk dapat digunakan sebagai tempat bergantung jika datang masa futurnya. Ibnu Hajar mengungkapkan arti futur dalam kalimat tersebut adalah : Rasa malas untuk berdiri melaksanakan shalat. Menurut Ibnu Al-Atsir, pengertian futur dalam hal ini adalah semua keadaan diam, menyedikitnya porsi beribadah dan mengurangnya semangat.

Secara Terminologis futur adalah sebuah kendala yang menimpa para aktivis dakwah. Efek terburuknya berupa, ”inqitha” (terputusnya aktivitas) setelah istimrar (kontinu) dilaksanakan. Sedangkan efek minimalnya adalah timbulnya sikap acuh, berkembangnya rasa malas, berlambat-lambat dan santai, dimana sikap tersebut datang setelah sikap giat bergerak.

Fenomena futur sebenarnya masalah yang pasti hadir tanpa ada seorangpun yang dapat mengelak darinya. Sebagaimana tersirat dalam hadist Rasulullah SAW kepada Abdullah bin Amr bin Ash ra. :

”Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti fulan, sebelum ini ia rajin bangun pada malam hari (shalat tahajud), namun kemudian ia tinggalkan sama sekali.” (HR. Bukhari)

Rasulullah SAW pernah bersabda pada riwayat dari Abdullah bin Amr bin Ash ra :

”Setiap amal itu ada masa semangat dan ada masa lemahnya. Barangsiapa yang pada masa lemahnya ia tetap dalam sunnah (petunjuk) ku, maka dia telah beruntung. Namun barangsiapa yang beralih kepada selain itu, berarti ia telah celaka.” (Musnad Imam Ahmad)

Ibnu Qayyim berkata, ”Saat-saat futur bagi seseorang yang beramal adalah hal wajar yang harus terjadi. Seseorang masa futurnya lebih membawa ke arah muraqabah (pengawasan oleh Allah) dan pembenahan langkah, selama ia tidak keluar dari amal-amal fardhu dan tidak melaksanakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah, diharapkan ketika pulih ia akan berada dalam kondisi yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Sekalipun sebenarnya, aktivitasn ibadahnya yang disukai Allah adalah yang dilakukan secara rutin oleh seorang hamba tanpa terputus.” (Madarij As-Salikin)

Fenomena Futur

  1. Kita sering mendapati seorang muslim yang berusaha memelihara diri dari kotoran najis, namun ia tidak memelihara diri dari kotoran ’ghibah’ dan dusta. Ada manusia yang banyak mengeluarkan sedekah, namun ia tidak peduli mempraktekkan transaksi riba.
  2. Memfokuskan perhatian pada forum perdebatan akal dalam memerangi syubhat yang dihembuskan oleh kaum ateis dan para sekularis, kemudian sangat mengandalkan suatu predikat ilmiah saja diatas sikap semangat dan ikut bergerak dalam blantika dakwah. Artinya kehebatan intelektual tanpa didukung dengan gerak, amal dan jihad.
  3. Berlebihan dan melewati batas dalam melakukan sesuatu yang mubah (dibolehkan). Firman Allah SWT : ”Hai anak Adam pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf : 31). Rasulullah SAW bersabda : ”Tidaklah seorang anak Adam mengisi suatu wadah yang buruk daripada perutnya.”
  4. Terpuruk dibawah penguasaan setan lewat celah keragu-raguan yang dihembuskan kepada seseorang kemudian mengakibatkan menjadi berlambat-lambat. Rasulullah bersabda : ”Tidaklah suatu kaum suka memperlambat sampai Allah menjadikannya lambat.” (HR. Turmudzi)
  5. Merasakan kekasaran dan kesesatan hati. Sampai keadaan dimana seseorang dapat merasakan bahwa dirinya telah turut menjadikan hatinya kesat disebabkan ruhaninya yang lemah. Jika keadaan tersebut terlalu lama, maka akan menjadi terbiasa dan tanpa disadari sampai hatinya mati. Matinya hati mengkibatkan punahnya pengaruh janji serta ancaman yang terdapat dalam ayat-ayat Al Qur’an. Hati menjadi tidak bergeming dengan nasihat dari kejadian realita yang dapat dijadikan ibrah.
  6. Perasaan segan untuk melaksanakan perbuatan baik dan beribadah. Orang yang menderita futur secara jelas akan bersikap menyepelekan nilai dan praktek ibadah.
  7. Tidak agresif dan pro-aktif dalam menjalani tugas-tugas yang diembankan kepada dirinya.

Tidak ada komentar: